Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jepang Ancang-ancang Blokir TikTok

Kompas.com - 29/03/2023, 10:45 WIB
Galuh Putri Riyanto,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

Sumber Reuters

KOMPAS.com - Gelombang larangan penggunaan TikTok di perangkat/HP kalangan pemerintah muncul di beberapa negara, seperti Amerika Serikat (AS), Kanada, Uni Eropa, hingga Inggris Raya.

Bahkan AS sendiri tengah menyiapkan aturan yang bisa membuat TikTok diblokir dan dilarang secara nasional.

Yang paling baru, Jepang kini juga sedang ancang-ancang melakukan hal yang sama, memblokir jejaring sosial itu di negaranya. Sekelompok anggota parlemen Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa di Jepang tengah berencana menyusun aturan yang sama.

Isinya mendesak pemerintah melarang layanan jejaring sosial seperti TikTok, jika digunakan untuk kampanye, alias menyebarkan disinformasi (informasi yang keliru, dan orang yang menyebarkannya tahu bahwa itu salah, tetapi tetap menyebarkannya).

Baca juga: Riset: 41 Persen Warga AS Setuju TikTok Diblokir

Setidaknya begitulah menurut seorang anggota parlemen Jepang Norihiro Nakayama, sebagaimana dilaporkan Reuters. 

"Jika terbukti bahwa sebuah aplikasi sengaja digunakan oleh pihak tertentu dari negara tertentu, untuk memengaruhi operasi aplikasi mereka dengan niat jahat, maka penghentian layanan harus segera dipertimbangkan," kata Norihiro Nakayama kepada Reuters dalam sebuah wawancara.

Nakayama mengaku rencana aturan baru itu tidak menargetkan platform tertentu saja. Namun, dalam kasus TikTok, bila terbukti beroperasi dengan niat jahat, maka pemblokiran perlu dipertimbangkan.

Menurut Nakayama, penghentian layanan TikTok di negara itu meski membuat 17 juta pengguna kehilangan akses, namun juga bisa menimbulkan rasa aman bagi pengguna.

Menurut laporan Reuters, di Jepang, penggunaan TikTok dan layanan jejaring sosial lainnya sebenarnya sudah dilarang di perangkat pemerintah yang menangani informasi rahasia.

Baca juga: CEO TikTok Dicecar DPR AS Selama 5 Jam

Namun, Nakayama mengatakan pembatasan lebih lanjut harus dipertimbangkan setelah pihak berwenang mengetahui seluk-beluk penanganan data dan operasi lainnya dari suatu jejaring sosial.

Sayangnya, saat ini belum banyak informasi soal rencana aturan baru Jepang yang menargetkan platform jejaring sosial termasuk TikTok itu, dihimpun KompasTekno dari Reuters, Rabu (29/3/2023).

AS siapkan UU "Restrict"

Pemerintah Amerika Serikat tampaknya benar-benar ingin memblokir TikTok di negerinya. Setelah melarang TikTok dari HP milik atau yang disediakan untuk staff pemerintahan, kini sejumlah anggota Senat Amerika Serikat mengungkap regulasi baru yang memungkinkan pemerintahan AS melarang teknologi asing, seperti TikTok.

Shou Cew, CEO TikTok.Tangkapan layar video Kompas.com Shou Cew, CEO TikTok.

Undang-undang itu diberi nama "Restrict" yang memiliki kepanjangan Restricting the Emergence of Security Threats that Risk Information and Communications Technology (Membatasi Munculnya Ancaman Keamanan yang Berisiko pada Teknologi Informasi dan Komunikasi).

UU Restrict tersebut akan memberi pemerintah AS kekuatan baru, termasuk pemblokiran, terhadap produsen elektronik atau perangkat lunak asing yang dianggap Departemen Perdagangan sebagai risiko keamanan nasional.

Sebenarnya, regulasi tidak menargetkan pemblokiran TikTok secara khusus. Namun, diwartakan sebelumnya, menurut Senator sekaligus ketua Komite Intelijen Senat, Mark Warner, aplikasi TikTok menjadi salah satu produk teknologi asing yang bakal masuk "radar" pengawasan berdasarkan UU tersebut.

Baca juga: TikTok Wajib Penuhi Syarat Ini jika Tidak Mau Diblokir di AS

Meski ada banyak platform asing lain, Warner secara khusus menyampaikan kekhawatirannya soal aplikasi TikTok. Menurut dia, TikTok yang dinilai dekat dengan pemerintah China, bisa menjadi alat propaganda melalui video-video yang direkomendasikan untuk ditonton pengguna.

Dalam kasus TikTok juga anggota parlemen mengatakan undang-undang keamanan nasional China dapat memaksa induk TikTok di China, ByteDance, untuk menyediakan akses ke data pengguna TikTok di AS.

Nah, UU Restrict yang diperkenalkan ini menjadi "senjata" AS untuk melawan ketakutan bahwa perusahaan yang memiliki hubungan dengan China dapat ditekan oleh pemerintah negara itu untuk menyerahkan informasi pribadi atau catatan komunikasi yang sensitif milik orang Amerika.

UU Restrict ini memberikan keleluasaan luas kepada Departemen Perdagangan untuk mengidentifikasi, dan kemudian untuk mengurangi, risiko yang dirasakan berasal dari teknologi yang diproduksi oleh perusahaan yang memiliki hubungan dengan "musuh" asing termasuk China, Rusia, Iran, Korea Utara, Kuba, dan Venezuela.

Baca juga: Sama-sama Buatan ByteDance, Ini Bedanya Helo dan TikTok

UU tersebut secara khusus mengarahkan Menteri Perdagangan untuk “mengidentifikasi, menghalangi, mengganggu, mencegah, melarang, menyelidiki, atau mengurangi” risiko keamanan nasional yang terkait dengan teknologi dari negara-negara tersebut.

Ini memungkinkan Menteri Perdagangan untuk bernegosiasi, masuk ke dalam, memaksakan dan menegakkan “tindakan mitigasi apa pun” sebagai respons.

Drama antara pemerintah Amerika Serikat (AS) dengan media sosial berbasis video pendek TikTok, di mana AS khawatir platform ini bisa memata-matai warga AS lewat aplikasi, terus berlanjut.

Belum lama ini, CEO TikTok, Shou Zi Chew menghadiri sidang dengar pendapat bersama sejumlah anggota parlemen Komisi Energi dan Perdagangan Amerika Serikat (AS) di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS, Kamis (23/3/2023) waktu setempat.

Dalam sidang yang kabarnya digelar sekitar lima jam tersebut, Chew hadir untuk menjawab berbagai pertanyaan dari anggota parlemen AS terkait operasi TikTok, sekaligus membela dan menampik berbagai dugaan bahwa TikTok merupakan aplikasi yang mengancam keamanan nasional AS.

Penasaran apa saja yang dibahas di sidang dengan tersebut? Selengkapnya bisa dibaca di artikel: "CEO TikTok Dicecar DPR AS Selama 5 Jam".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com