Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Blokir dan Kedunguan Tata Kelola Internet yang Dipelihara

Kompas.com - 19/02/2016, 08:00 WIB
Damar Juniarto

Penulis

Layanan Netflix di setiap negara berbeda, sehingga Indonesia dapat meminta Netflix untuk melakukan swasensor atau tidak menayangkan video yang mengandung kekerasan, pornografi, SARA kepada Netflix.

Lalu apa maksud poin 1 Telkom bahwa Netflix sebagai layanan over the top (OTT) tidak memenuhi regulasi? Persoalan OTT asing harus taat pada regulasi di Indonesia dengan memiliki badan usaha yang diakui di Indonesia memang sudah lama mencuat sejak OTT dinyatakan merugikan operator.

Riset yang dilakukan Ovum secara global menunjukkan geliat pemain OTT dalam menyediakan layanan messaging, misalnya, telah banyak merugikan operator akibat digerogoti layanan messaging OTT.

Dalam hitungan Ovum, revenue operator dari layanan sandek (SMS) di seluruh dunia telah anjlok USD 23 miliar pada tahun 2012, dan kerugian ini diprediksi terus meningkat hingga mencapai USD 58 miliar pada tahun 2016.

Di Indonesia sendiri, data ATSI (Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia) mengungkap belanja modal operator yang dihabiskan untuk peningkatan jaringan dan layanan data selama 2011 berkisar Rp 30 Triliun dimana 90% dipakai untuk mengembangkan jaringan, sedang pada 2012 porsinya sebanyak 60%. Namun, dana yang diinvestasikan tidak sebanding keuntungan yang diperoleh operator.

Oleh karena itu perlu juga dipertimbangkan unsur bahwa blokir sepihak ini apakah bagian dari alat tawar Telkom kepada Netflix agar mendapat keuntungan? Kalau benar unsur ini yang lebih kuat, wajar bila menimbulkan pertanyaan apakah karena konflik kepentingan diperbolehkan blokir atas nama bisnis? Sekali lagi aturan yang ada sekarang tidak melarang dan oleh karenanya harus dirombak total.

Menyusun Tata Kelola Blokir yang Cerdas

Pertengahan Januari 2016 lalu, Indonesia kedatangan pakar tata kelola internet Jovan Kurbalija. Ia mengatakan banyak bisnis digital yang sebenarnya belum ada payung hukumnya karena sifat kebaruannya. Untuk itu ia menyarankan dua hal:

1. We can not stop peer to peer services

2. We should not stop the new services.

Karena aturan hukumnya belum ada dan perlu segera disusun, maka paling tidak yang bisa dilakukan oleh negara-negara yang diterpa oleh layanan OTT ini adalah menarik pajak dari bisnis ini dengan cara mendesak mereka membuka kantor perwakilan sehingga bisnis mereka bisa dikenai aturan pajak yang berlaku. Uang pajak digunakan untuk membangun/ memperbaiki infrastruktur bisnis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com