Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Blokir dan Kedunguan Tata Kelola Internet yang Dipelihara

Kompas.com - 19/02/2016, 08:00 WIB
Damar Juniarto

Penulis

Konsekuensi dari blokir bisnis OTT ini adalah pesan bahwa Indonesia menolak perubahan wajah ekonomi global yang justru tidak kondusif bagi ekonomi karena dinilai tidak siap dalam berkompetisi.

Lalu bagaimana membenahinya? Dalam tata kelola blokir idealnya diatur mengenai:

1. Siapa yang berwenang memblokir

2. Mekanisme pemblokiran

3. Pemulihan pemblokiran dan Ganti rugi

Siapa yang berwenang memblokir? Di banyak negara, pemblokiran diputuskan oleh sebuah badan independen. Badan ini terdiri dari komponen kepolisian, tentara, kesehatan, industri, perempuan, akademisi, perlindungan anak, yang berkepentingan untuk menyaring daftar blokir yang disediakan pemerintah dan menambah bila diperlukan.

Estonia Internet Forum, Pakistan Telecommunicaton Authority, Australia Communication Media Authority adalah sejumlah badan independen berprinsip multi-stakeholder di negara lain.

Dalam mekanisme, pemblokiran dilakukan secara bertahap seperti ini: Setelah disaring oleh badan independen, dicarikan penetapan pengadilan untuk mengesahkan. Jadi ada mekanisme: due notice (pemberitahuan) bagi pihak yang diblokir dan kesempatan membela diri di muka pengadilan bila merasa blokir tersebut merugikannya.

Oleh karena bisa saja terjadi salah blokir dan ada orang yang dirugikan, maka harus jelas juga proses pemulihan dan ganti rugi. Pengadilan perdata bisa ditempuh bagi yang merasa dirugikan dan bila menang maka blokir harus dibuka dan ada pembayaran ganti rugi.

Lalu bagaimana dengan situasi sekarang di Indonesia? Paling tidak saya merumuskan dua rekomendasi yang perlu segera dilakukan. Pertama, membatalkan Peraturan Kemkominfo No. 19 Tahun 2014 dan memasukkan persoalan blokir ini dalam revisi pengubahan UU ITE atau membuat UU baru yang lebih komprehensif mengatur blokir.

Kedua, panel penanganan konten bermuatan negatif harus didorong untuk menjadi badan independen yang berprinsip multi-stakeholder dan legalitasnya ada dalam UU ITE atau UU baru.

Paling tidak dengan menjalankan rekomendasi tersebut, kita dapat mendekati Estonia dalam hal mengelola internet yang lebih baik dan demokratis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com