Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aplikasi Android Pengukur Saturasi Oksigen, Bisakah Diandalkan?

Kompas.com - 02/07/2021, 17:45 WIB
Galuh Putri Riyanto,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

Sumber The Verge

Salah satunya ialah untuk tidak menjadikan hasil pengukuran dari aplikasi O2 Meter sebagai patokan utama.

"Aplikasi kami tidak diuji atau diverifikasi, jadi akurasi mungkin berbeda pada beberapa perangkat," tulis Animesh Jana selaku pengembang aplikasi O2 Meter di Google Play Store.

Tak hanya itu, pengembang juga memperingatkan pengguna bahwa aplikasi O2 Meter ini tidak dimaksudkan untuk digunakan dalam mendiagnosis kondisi apapun, atau juga tidak ditujukan untuk mencegah penyakit apapun.

"Aplikasi kami tidak boleh digunakan sebagai perangkat atau produk medis. Konsultasikan dengan dokter, jika Anda memerlukan keperluan medis," tulis Animesh Jana.

Beberapa aplikasi oksimeter lainnya juga memberikan disclaimer yang mirip. Misalnya, Pulse Oximeter. Saat dijajal, aplikasi ini tidak memanfaatkan kamera untuk mengukur saturasi oksigen, seperti aplikasi O2 Meter.

Baca juga: Apple Patenkan Pendeteksi Gula Darah di Arloji Pintar

Aplikasi Pulse Oximeter menggunakan metode tahan napas selama mungkin, semampu pengguna. Pengguna diarahkan menekah tombol "start" untuk memulai tahan napas, dan menekan tombol lanjutan bila sudah tidak kuat.

Nah, dari situlah aplikasi Pulse Oximeter menyajikan hasil pengukuran saturasi oksigen pengguna. Saat hasil pengukuran muncul, aplikasi memberikan peringatan bahwa hasil pengukuran menggunakan aplikasi Pulse Oximeter hanya berupa estimasi.

"Hasil aplikasi hanya rekomendasi estimasi dan tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis nilai saturasi oksigen, yang tepat," tulis Pulse Oximeter.

Jangan dijadikan patokan utama

Terkait hadirnya aplikasi seluler yang bisa digunakan untuk mengukur saturasi oksigen ini, sejumlah dokter meragukan kemampuannya.

Direktur kantor kedokteran Universitas Alabama di Sekolah Kesehatan Birmingham, Walter Schrading, bersama koleganya, pernah mengevaluasi kinerja tiga aplikasi oksimeter pada tahun 2019.

Hasilnya, aplikasi-aplikasi itu tidak cukup meyakinkan untuk mengidentifikasi orang yang tidak memiliki cukup oksigen.

Menurut Schrading, meskipun aplikasi tersebut bisa melakukan pemeriksaan oksimetri, tapi hasilnya tidak akurat, terutama jika kadar oksigen dalam darah sudah sangat rendah. Orang yang sebenarnya memiliki kadar oksigen rendah, bisa saja disebut "normal" oleh aplikasi.

"Mereka (aplikasi pemeriksaan oksimetri) tidak bekerja dengan baik ketika Anda benar-benar membutuhkannya untuk melakukan pemeriksaan, saat kadar oksigen Anda sudah sangat rendah," jelas Schrading.

Makanya, Schrading mengatakan, mengandalkan aplikasi untuk mengecek level oksigen dalam darah secara mandiri bisa berakibat fatal.

Di beberapa penelitian lain, aplikasi pemeriksaan oksimetri di gadget juga disarankan untuk tidak dijadikan acuan utama. Misalnya seperti penelitian yang diterbitkan oleh Center for Evidence-Based Medicine Universitas Oxford.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com