Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Pig Butchering" Sasar Wanita, Psikolog Ungkap Mengapa Mereka Bisa Tertipu

Kompas.com - 11/10/2022, 09:00 WIB
Lely Maulida,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

Serang kelemahan psikologis korban

Seperti disinggung di atas, penipuan di dunia maya menyerang aspek psikologis korban. Untuk melancarkan aksinya, penipu biasanya menggunakan persona hingga membangun kepercayaan korban melalui beragam interaksi termasuk di media sosial.

Persona yang ditampilkan penipu pun terbilang sempurna, sebagaimana impian dan idaman banyak orang. Misalnya, mereka tampil layaknya orang dengan kekayaan melimpah, penampilan yang paripurna dan lainnya guna menarik kepercayaan korban.

Setelah mendapat kepercayaan korban, penipu kemudian memainkan emosinya, sesuai dengan kebutuhan atau idealisme korban.

Di sini, sang penipu menjadi sosok sempurna seperti sosok yang diharapkan dan menjawab kebutuhan korban. Misalnya menjadi orang yang sukses dan kaya raya atau pasangan yang sempurna idaman kaum hawa.

Baca juga: Penipuan “Pig Butchering” Rugikan Pria Ini hingga Miliaran Rupiah

"Dengan kepercayaan tadi, itu yang akhirnya dimanipulasi sama si scammers untuk main sama emosionalnya (korban). Dan akhirnya udah enggak bisa rasional lagi. Jangankan uang ya, gambar sensitif aja bisa dikirim, kalau di romantic scam," ujar Aulia.

"Karena sudah bicara tentang kebutuhan psikologis atau kebutuhan orang, ya gampang aja terjerat," lanjutnya.

Mayoritas korban scam perempuan

Umumnya korban scam adalah mereka yang memiliki kepribadian neuroticism atau neurotik. Orang dengan kepribadian ini memiliki kecenderungan terhadap emosi yang negatif, seperti marah, cemas hingga keraguan terhadap diri sendiri yang tidak stabil.

Selain itu, berdasarkan pengamatan Aulia terhadap para korban scam, mereka umumnya memiliki idealisme tertentu tentang pasangan, tingkat kemapanan, cara berbisnis hingga hubungan yang romantis.

Mereka juga percaya pada hasil dan proses yang cepat, seperti mendapat uang banyak dalam waktu singkat, mendapat pasangan sempurna dengan cepat, sehingga mudah terjerat dengan tipu daya scammers.

Baca juga: 7 Cara Mudah Mengenali Situs Web Palsu agar Terhindar dari Scam

Menurut penelitian, rata-rata korban scam adalah perempuan. Sebab, dijelaskan Aulia, perempuan memiliki tingkat neurotik yang tinggi, mudah panik serta sensitif.

"Menurut penelitian, rata-rata korban scam memang perempuan," ujar Aulia.

"80 persen korban scam adalah orang yang percaya dan punya idealisme tentang hubungan yang sempurna, romantis. Jadi, akhirnya dengan semua tatanan yang sudah disiapkan scammers, mereka tidak percaya dengan istilah 'terlalu indah untuk dipercaya'," paparnya.

Dengan demikian, ketika korban menemukan sosok yang sempurna dan ia butuhkan, ia dengan mudah terbuai tipuan scammers.

Dijelaskan Aulia, ketika korban menyadari dirinya tertipu, mereka akan merasa bodoh hingga terhina.

Meski demikian, hal tersebut bukan karena ketidakcerdasan korban, melainkan karena kebutuhan psikologis mereka yang terbaca oleh penipu, hingga dijadikan pancingan dalam aksinya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com