Ia menyatakan bahwa pengenalan AI Emotion adalah bidang penelitian visi komputer yang sangat aktif. Disiplin ini melibatkan deteksi emosi wajah dan penilaian sentimen otomatis dari data visual.
Interaksi manusia dan mesin adalah bidang penelitian di mana sistem AI dengan persepsi visualnya melakukan pemahaman tentang interaksi manusia.
Menurut Gaudenz Boesch, AI Emotion, memungkinkan komputer menganalisis dan memahami tanda-tanda non-verbal manusia seperti ekspresi wajah, bahasa tubuh, gerak tubuh, dan nada suara untuk menilai keadaan emosi mereka.
AI menganalisis tampilan wajah dalam gambar dan video dengan menggunakan teknologi “computer vision” untuk menganalisis status atau kondisi emosional seseorang melalui deep face.
Amazon telah menghadirkan fitur “New Alexa”. Fitur ini memungkinkan seseorang bisa berbicara atau menyanyi dengan suara orang lain dalam sebuah video seperti yang marak akhir-akhir ini.
Salah satu contoh yang dikemukakan Sieja dalam artikel di awal tulisan ini adalah, ketika seorang anak, meminta “asisten suara” untuk membacakan buku untuknya dengan suara neneknya.
Untuk proses ini platform Alexa hanya membutuhkan rekaman suara selama satu menit, untuk mensimulasi suara sang Nenek. Luar biasa!
AI juga dapat mengubah seorang individu menjadi orang lain. Sebuah perusahaan bernama Voicemod telah menggunakan kecerdasan buatan untuk membuat 'opsi transfer suara'.
Dengan demikian seseorang dapat berbicara secara real-time seperti seorang selebritas atau tokoh tertentu yang tersedia dalam data base. Realitas ini jika tidak diatur akan menimbulkan modus dan berbagai pelanggaran hukum dan hak-hak pribadi.
Referensi lain terdapat dalam artikel pada National Library of Medicine AS dengan judul “Emotional AI and the future of wellbeing in the post-pandemic workplace” yang merupakan hasil riset Peter Mantello dan Manh-Tung Ho.
Peter dan Manh memberikan saran terkait implementasi Emotional AI, yaitu pentingnya keandalan dan keakuratan teknologi dan penyempurnaan algoritma, pemahaman, kompleksitas emosi dan berbagai modulator untuk memperhitungkan keragaman dan kekhususannya.
Mereka juga mengingatkan hak akses dan kontrol serta transparansi pengelolaan data pribadi, regulasi global dan faktor etika yang sangat pluralistik.
Pentingnya kehadiran regulasi adalah untuk mengendalikan pengembangan dan implementasi AI agar AI dikembangkan untuk kemanfaatan sebesar-besarnya bagi manusia dan peradabannya.
Sebagaimana dilansir Newsweek dalam laporannya “Robots Become Racist and Sexist Bigots Due to Flawed AI, Study Says” 6/24/22.
Studi internasional yang dilakukan oleh sejumlah universitas, antara lain John Hopskins University, menunjukkan bahwa robot beroperasi dengan fakta bias yang signifikan, terkait kecenderungan gender dan ras.