Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ardiyansah
Senior Business Analyst BINUS Digital

Digital Media Enthusiast

kolom

Jalan Tengah Polemik Kecerdasan Manusia Versus AI

Kompas.com - 07/06/2023, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETELAH kegagalan Metaverse yang sebelumnya digadang menjadi 'the next big thing', secara tak terduga dunia mengalihkan perhatian dan energinya kepada AI (Artificial Intelligence) yang sebenarnya bukan teknologi baru, bahkan sejarahnya bisa dilacak sejak masa Perang Dunia ke-2.

Kemunculan kecerdasan buatan yang didominasi platform AI generatif baru-baru ini, memicu polemik karena dianggap berpotensi menggusur peran manusia dalam berbagai bidang pekerjaan. Benarkah masa depan (peradaban) manusia terancam?

Sejarah singkat AI

Istilah Artificial Intelligence atau Kecerdasan Buatan memang pertama kali diusulkan oleh John McCarthy pada tahun 1956 dalam sebuah konferensi akademik.

Namun, sejarah AI bisa ditemukan jejaknya beberapa tahun sebelumnya, ketika Bombe Machine milik pihak sekutu berhasil men-decode mesin kriptografi andalan Jerman Nazi, Enigma.

Bombe Machine dianggap sebagai 'mesin pintar' yang mampu menghalau, mengintip, dan menguraikan pesan-pesan rahasia pasukan Nazi yang pada akhirnya berkontribusi menyudahi upaya Hitler dan bala tentaranya untuk mendominasi dunia.

Proses pengembangan mesin ini melambungkan nama Alan Turing yang kini kita kenal sebagai salah satu pelopor komputasi modern.

Selanjutnya, teknologi AI dilibatkan dalam pengembangan berbagai macam teknologi. Pada tahun 1961, George Devol menggagas Unimate, robot industrial pertama yang digunakan dalam lini industri perakitan di General Motors.

Berturut-turut kemudian, chatbot berbasis AI terus mengalami evolusi sejak kemunculan Eliza tahun 1964 yang dirilis dalam format dialog sederhana. Alice (Artificial Linguistic Internet Computer Entity) menyusul pada 1995.

Program ini muncul dengan fitur 'wajah' sehingga lebih atraktif. Alice tidak hanya memenangkan berbagai penghargaan, tetapi juga menginspirasi sebuah film.

Siri dan Alexa yang lahir awal milenium ke-3 --yang masing-masing dirilis oleh raksasa teknologi Apple dan Amazon-- juga pantas masuk dalam peta pencapaian (milestone) perkembangan AI.

Jangan lupakan Sophia, robot citizen besutan Hansen Robotics tahun 2016 yang mampu menirukan bahasa dan ekspresi manusia. Robot 'perempuan' ini bahkan mampu memberikan opininya mengenai ihwal tertentu.

Terbaru, tentu saja, dunia digemparkan dengan chatbot serbabisa: ChatGPT, yang hanya membutuhkan waktu 5 hari saja untuk menggaet 1 juta pendaftar. Pencapaian yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Selain chatbot, program komputer semacam Deep Blue, pernah mencuri perhatian dan menjadi buah bibir pada 1997, ketika berhasil menaklukkan grandmaster catur dunia asal Rusia, Garry Kasparov.

Superioritas kecerdasan manusia mendadak mendapatkan tantangan dari mesin buatannya sendiri. Pun ketika hari ini, AI tiba-tiba dilepas seperti sekawanan serigala liar yang mengancam hampir semua industri, sekali lagi kecerdasan mesin menantang kecerdasan tuannya sendiri.

AI Generatif

AI Generatif (Generatives AI) merupakan jenis kecerdasan buatan yang mampu secara aktif memproduksi data baru dari hasil menelusuri, mempelajari, dan menggabungkan data-data yang telah ada sebelumnya melalui perintah sederhana.

Fitur istimewa ini menjadikan AI Generatif mumpuni melakukan berbagai macam tugas, termasuk yang dulunya disangka mustahil dicapai dan dikerjakan oleh mesin.

Saat ini, gelombang platform AI Generatif telah merambah ke berbagai bidang pekerjaan. Tidak hanya text-to-text seperti ChatGPT, platform AI Generatif kini juga semakin beragam meliputi berbagai macam layanan seperti text-to-image, text-to-3d model, text-to-audio, hingga text-to-video.

Selain unggul karena mampu menghasilkan data baru, platform AI Generatif juga mudah dikenali karena memiliki beberapa karakter yang khas, di antaranya:

1. Aktif

AI Generatif mampu melakukan produksi data baru secara aktif. Artinya, dengan beberapa prompt atau perintah sederhana, platform tersebut dapat menghasilkan data baru baik berupa text, image, audio, maupun video berkualitas tinggi dengan effort minimal.

2. Instan

AI Generatif mampu menghasilkan data baru secara instan. Hanya butuh beberapa detik bagi ChatGPT untuk merespons pertanyaan atau perintah tertentu.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com