Pun hal yang sama terjadi ketika kita memerintahkan Midjourney menghasilkan image. Hanya dengan menulis beberapa baris prompt, kita segera akan disuguhi beberapa alternatif "karya" berkualitas tinggi.
3. Trainable
AI Generatif dapat dilatih untuk mengamati, menganalisis, memprediksi dan menghasilkan ‘karya baru’ sesuai dengan kebutuhan.
Artinya, platform tersebut mendapatkan kemampuannya dari hasil mengumpulkan informasi dari berbagai macam sumber, memprediksi pola-pola tertentu, untuk kemudian merangkainya menjadi data baru yang "seolah-olah" kreatif.
Beberapa platform AI Generatif yang potensial menjadi raksasa masa depan di antaranya, ChatGPT, Dall-E, Stable Diffusion, Midjourney, Luma AI, Musicfy, Pictory, Runway, dan lain-lain.
Menurut data dari World Economic Forum, sebanyak 25 persen pekerjaan akan mengalami automasi pada 2025 mendatang. Itu artinya, 85 juta pekerjaan potensial hilang.
Namun, masih menurut sumber yang sama, 65 persen anak-anak yang saat ini duduk di sekolah dasar, bakal mengampu pekerjaan yang saat ini belum ada.
Dari data tersebut di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa AI mungkin tidak benar-benar akan menggusur manusia dari pekerjaannya. Bisa jadi ini hanya "shifting", semacam pergeseran besar yang revolusioner.
Menyimpulkan pendapat pakar AI sekaligus penulis "AI Superpowers", Kai-Fu Lee, pekerjaan-pekerjaan yang repetitif tentu akan menjadi "korban" pertama automasi yang dilakukan oleh AI.
Sedangkan pekerjaan kompleks yang berkaitan dengan kreativitas dan hubungan antarmanusia, diprediksi akan menjadi "korban" AI paling akhir.
Meskipun, kehadiran AI Generatif seperti Midjourney yang mendisrupsi dunia seni visual belakangan ini, menjadi antitesis premis tersebut. Semua sektor industri harus siap menghadapi invasi robot-robot pintar ini.
Namun, pandangan muram seperti itu harus diimbangi semangat dan optimisme mengenai munculnya peluang berupa pekerjaan-pekerjaan baru yang mungkin muncul pada masa mendatang.
Terdekat dan sudah mulai dirasakan kebutuhannya adalah kreativitas jenis baru yang berkaitan dengan prompt, pekerjaan seperti prompt artist atau prompt engineer, kemungkinan akan menjadi mainstream masa mendatang.
Alih-alih menganggap AI dalam dikotomi mengancam - menguntungkan, ada baiknya mendudukkan AI secara objektif dengan mengamati fakta-fakta sebagai berikut:
1. AI hanya bekerja di wilayah praktikal
AI hanya mampu menghasilkan ‘karya’ di level praktikal, sedangkan secara konseptual dan wacana masih membutuhkan kehadiran manusia yang bergerak dalam dinamika sosial yang mustahil dipahami mesin.
2. AI tidak memiliki kesadaran
Sebaik apa pun 'karya' yang dihasilkan AI, mereka tidak memiliki kemampuan memaknai hasil 'karya' tersebut sebagaimana manusia menghayati proses berkarya.
Kemampuan kognitif yang diasosiasikan sebagai 'kesadaran' pada AI terbatas pada kemampuan sintaksis, sementara makna berada di wilayah semantik.
Ketiadaan ‘embodiment’ dalam 'karya' yang dihasilkan AI membuat apa pun yang diproduksi AI belum bisa dianggap sebagai bentuk 'kesadaran'. Setidaknya sampai teknologi membuktikan lain.
3. AI membutuhkan karya manusia untuk berkembang
AI dilatih menggunakan sejumlah besar data yang berasal dari Internet, termasuk situs web, buku, artikel, dan materi dari sumber-sumber yang lain.