Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Starlink Bisa Matikan Bisnis Telekomunikasi Lokal

Kompas.com - 30/05/2024, 12:00 WIB
Mikhaangelo Fabialdi Nurhapy,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Harga layanan dan perangkat keras Starlink yang lebih murah dinilai bisa mematikan pemain bisnis operator telekomunikasi lokal.

Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Satelit Seluruh Indonesia (ASSI), Sigit Jatiputro dalam acara Foucus Group Discussion (FGD) di kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Seperti diketahui, layanan internet satelit milik Elon Musk, Starlink, sudah beroperasi di Indonesia, dan dibanderol mulai Rp 750.000 per bulan untuk paket termurah.

Sedangkan perangkat kerasnya dijual seharga Rp 4,6 juta, diskon 40 persen dari Rp 7,8 juta. Diskon ini berlangsung hingga 10 Juni 2024 mendatang.

Baca juga: Pemerintah RI Harus Desak Starlink Bangun NAP ketimbang NOC

"Dibandingkan pemain lokal, harga Starlink lebih murah. Contoh, harga lokal yang paling murah kira-kira untuk VSAT Unlimited sekitar Rp 3,5 juta, harga Starlink Unlimited Rp 750.000. Bisa dihitung berapa kali lipat perbedaan harga," kata Sigit di kantor KPPU Jakarta Pusat, Kamis (29/5/2024).

"Harga perangkat paling murah di lokal Rp 9,1 juta. Di Starlink saat promo adalah Rp 4,6 juta," imbuhnya.

Sebagai informasi, VSAT atau Very Small Aperture Terminal itu sendiri merupakan teknologi komunikasi satelit yang memungkinkan pengguna untuk mentransmisikan data, suara, dan sinyal video. VSAT bisa diakses di daerah terpencil dan biasanya digunakan oleh bisnis.

Sekjen ASSI, Sigit Jatiputro ketika ditemui KompasTekno dalam acara Focus Group Discussion yang dilakukan KPPU di Jakarta, Rabu (29/5/2024).Kompas.com/MIKHAANGELOFABIALDI Sekjen ASSI, Sigit Jatiputro ketika ditemui KompasTekno dalam acara Focus Group Discussion yang dilakukan KPPU di Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Sigit melanjutkan, bahwa harga ini berpengaruh pada penurunan penjualan layanan internet pemain lokal.

"Menurut saya, pemain lokal di Indonesia sudah terasa sekali terjadinya penurunan penjualan. Tanda-tandanya sudah jelas, meskipun Starlink baru masuk di Indonesia sekitar 1-2 minggu," katanya.

Ketika ditanyakan apakah segmen bisnis atau ritel yang menurun, Sigit mengatakan bahwa keduanya terkena imbas. Sebab, Starlink untuk paket Residensial pun bisa digunakan oleh perusahaan atau pebisnis.

Sigit mengaku tidak tahu secara spesifik berapa persen penurunannya. Namun, ia memperkirakan bahwa pemain VSAT dalam negeri kemungkinan akan tumbang dalam satu tahun ke depan.

Baca juga: KPPU Sebut Pembuktian Predatory Pricing Starlink Butuh Proses

"Kalau saya ambil ekstremnya, mungkin pemain VSAT dalam negeri tidak akan bertahan lebih dari setahun," jelasnya.

Sebagai catatan, pemain VSAT dalam negeri mencakup Pasifik Satelit Nusantara, UBIQU, dan lain sebagainya. Semua pemain tersebut dikatakan bakal merasa imbas yang sama, pemain lokal tidak bisa bertumbuh.

Sigit juga menyinggung bahwa pola bisnis Starlink berpotensi bisa dilakukan dari satu konsumen ke konsumen lain (consumer to consumer/C2C), atau reseller. Pola bisnis seperti ini disebut tidak bisa dikontrol.

Respons Starlink

Tim legal Starlink Services Indonesia, Krishna Vesa (kiri) dan Verry Iskandar (kanan) ketika ditemui usai Focus Group Discussion (FGD) terkait Starlink, yang digelar di gedung Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Jakarta Pusat, Kamis (29/5/2024).KOMPAS.com/Mikhaangelo Fabialdi Nurhapy Tim legal Starlink Services Indonesia, Krishna Vesa (kiri) dan Verry Iskandar (kanan) ketika ditemui usai Focus Group Discussion (FGD) terkait Starlink, yang digelar di gedung Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Jakarta Pusat, Kamis (29/5/2024).
Focus group discussion di KPPU juga dihadiri oleh dua tim legal dari Starlink Services Indonesia, yaitu Krishna Vesa dan Verry Iskandar. Keduanya menjawab berbagai pernyataan media, termasuk soal harga murah Starlink yang diduga merupakan operasi predatory pricing.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com