KOMPAS.com - Setelah ditetapkan pada 18 April 2020 lalu, penerapan aturan blokir ponsel black market (BM) lewat IMEI nyatanya belum direalisasikan dengan maksimal.
Pengamat telekomunikasi, Heru Sutadi, mengatakan bahwa kebijakan tersebut seharusnya perlu melewati pertimbangan dari segala pihak agar dapat berjalan dengan baik.
"Sejak awal kan sudah kita ingatkan agar semua skenario dan juga masukan dari publik dalam implementasi IMEI perlu dipertimbangkan. Tapi kan kebijakan jalan terus dan terbukti hal-hal yang kita perkirakan akan terjadi," ujar Heru saat dihubungi KompasTekno, Selasa (16/6/2020).
Bahkan, Heru menyebut bahwa ponsel black market (BM) yang beredar di Batam saat ini
diketahui masih bisa digunakan meski aturan telah diberlakukan.
"Di Batam juga tidak ada pemblokiran. Padahal Batam banyak disebut sebagai salah satu pintu masuknya produk ilegal masuk dengan harga yang lebih murah," ujarnya.
Baca juga: Kominfo dan ATSI Tanggapi Ponsel BM yang Masih Dapat Sinyal
Ia juga mengungkapkan bahwa aturan blokir ponsel BM lewat IMEI ini juga akan merugikan konsumen apabila mereka membeli ponsel melalui situs e-commerce.
"Belum lagi pembelian lewat e-commerce, kita tidak bisa tahu IMEI nya terdaftar atau tidak. Konsumen berpotensi dirugikan," tegasnya.
Senada dengan Heru, pengamat telekomunikasi, Moch S. Hendrowijono mengatakan bahwa kerugian juga dirasakan oleh para pelaku industri ponsel dalam negeri akibat mundurnya kebijakan aturan IMEI ini.
"Sekarang industri dalam negeri yang merasa dirugikan banget, karena mereka pada bulan April udah siap menjual jutaan handphone baru," ujar Hendro.
Hendro menyebut, ada beberapa perusahaan yang berdampak akibat mundurnya pelaksanaan kebijakan validasi IMEI pada ponsel ini.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.