Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Bukan Makin Mahal, Harga GoFood-GrabFood Makin "Normal"

Kompas.com - Diperbarui 04/07/2022, 07:05 WIB
Galuh Putri Riyanto,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Belakangan, harga layanan pesan antar makanan dari ojek online (OjolFood) macam GoFood, GrabFood, dan ShopeeFood dikeluhkan semakin mahal.

Di Twitter, sejumlah pelanggan mengeluhkan biaya yang dikeluarkan untuk layanan OjolFood kini lebih mahal dibanding sebelumnya.

Musababnya, karena banyaknya tambahan biaya lain yang di bebankan pengguna, di luar harga makanan dan ongkos kirim. Sebut saja seperti biaya aplikasi (platform fee), biaya pemesanan (order fee), hingga biaya pengemasan (packaging charge).

Sejumlah pengguna juga mengeluhkan minimnya promo diskon dan biaya ongkos kirim yang semakin mahal. Keluhan pengguna ini bisa dengan mudah ditemukan dengan memasukkan kata kunci "OjolFood mahal" di kolom pencarian Twitter.

Baca juga: Grab dan Gojek Tanggapi Keluhan Harga GoFood dan GrabFood yang Dinilai Makin Mahal

Lantas, sebenarnya apa yang sebenarnya terjadi di balik harga "OjolFood" yang dikeluhkan semakin mahal ini?

Pengamat Marketing & Managing Partner Inventure, Yuswohady pun buka suara terkait hal ini. Menurut dia, ada beberapa faktor yang membuat harga layanan makanan di GoFood, GrabFood, dan ShopeeFood berbeda dibandingkan sebelumnya. Apa saja?

Selesainya era "bakar duit"

Yuswohady menjelaskan, selama ini, startup selalu berorientasi pada traction (momentum perkembangan startup untuk meningkatkan penjualan dan menambah basis pelanggan), bukan keuntungan (profitable).

Untuk mengejar traction, menurut Yuswohady, startup menggunakan cara-cara yang instan, yaitu strategi harga murah. Caranya dengan memangkas harga dengan menyediakan berbagai promo, seperti diskon, cashback, hingga gratis ongkos kirim.

Hal inilah yang dilakukan oleh Gojek, Grab, dan Shopee terhadap layanan pesan antar makanan di platformnya masing-masing.

"Pemangkasan harga itu dilakukan dengan subsidi yang didapatkan dari investor, yakni melalui bakar duit itu sebenarnya," kata Yuswohady.

Bakar duit atau burning money adalah istilah populer di kalangan startup yang merujuk kepada kegiatan perusahaan rintisan dalam mengeluarkan modalnya secara terus-menerus untuk memberikan subsidi kepada konsumen dalam jangka waktu tertentu.

Modal yang dimiliki startup itu biasanya berasal dari suntikan dana dari banyak investor atau pemodal ventura. Modal inilah yang digelontorkan untuk menyubsidi layanan OjolFood agar konsumen membayar dengan harga yang lebih rendah dibanding semestinya.

Baca juga: Bakar Saja Duitnya, Biar Panas

Masalahnya, kata Yuswohady, ekonomi global kini sedang bergejolak karena adanya berbagai krisis, mulai dari pandemi Covid-19, perang Rusia-Ukraina, hingga inflasi di seluruh dunia. Alhasil, saat ini, modal menjadi sesuatu yang mahal dan sulit untuk didapatkan.

"Ketika kondisinya duit yang dibakar itu semakin langka, mau tak mau, mereka sudah nggak bisa lagi menyubsidi konsumen dengan diskon dan lain-lainnya," kata Yuswohady saat dihubungi KompasTekno, pekan lalu.

"Sebab, yang nama strategi harga murah, itu selalu memangkas profit dan itu nggak akan sustainable. Ada satu titik dimana strategi burning money itu akan dihentikan, yakni ketika duitnya sudah nggak ada dan tuntutan untuk untung menjadi urgent. Nah, sekarang ini terjadi itu," lanjut Yuswohady.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com