Kemudian, 50 persen responden mengatakan bahwa TikTok mendukung aktivitas ilegal apabila dilihat dari tren konten yang ada di aplikasi distribusi video pendek itu.
TikTok juga dipercaya secara sengaja mengizinkan penyebaran misinformasi lewat platform-nya, dengan perolehan suara "setuju" mencapai 73 persen, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari The Washington Post, Senin (27/3/2023).
TikTok sendiri saat ini memang tengah mendapat ancaman pemblokiran dari pemerintah AS.
AS menyiapkan Undang-undang bernama "Restrict" atau Restricting the Emergence of Security Threats that Risk Information and Communications Technology.
Sesuai namanya, regulasi ini dibuat untuk membatasi munculnya ancaman keamanan yang berisiko dari teknologi informasi dan komunikasi.
UU Restrict tersebut akan memberi pemerintah AS kekuatan baru, termasuk pemblokiran, terhadap produsen elektronik atau perangkat lunak asing yang dianggap berpotensi sebagai ancaman keamanan nasional.
Baca juga: Pemerintahan Biden Minta TikTok Dijual jika Ingin Tetap Beroperasi di AS
Regulasi ini tidak menargetkan pemblokiran TikTok secara khusus. Akan tetapi, Senator sekaligus ketua Komite Intelijen Senat, Mark Warner mengatakan bahwa aplikasi TikTok menjadi salah satu produk teknologi asing yang bakal masuk "radar" pengawasan berdasarkan UU tersebut.
Hal ini tidak lain disebabkan karena kedekatan TikTok dengan pemerintah China yang dianggap Warner dapat digunakan sebagai alat propaganda melalui video yang direkomendasikan untuk ditonton pengguna.
UU Restrict ini nantinya menjadi "senjata" Amerika Serikat untuk melawan ketakutan bahwa perusahaan yang berhubungan dengan China itu bisa menyerahkan informasi pribadi atau catatan komunikasi sensitif yang dimiliki warga Amerika Serikat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.