Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah QR Code, Kode "Kotak-kotak" yang Terinspirasi dari Permainan Go Board

Kompas.com - Diperbarui 27/05/2024, 10:56 WIB
Galuh Putri Riyanto,
Wahyunanda Kusuma Pertiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penggunaan QR code (Quick Response code) kini makin umum ditemukan di kehidupan sehari-hari.

Salah satu kegunaannya yang paling umum adalah sebagai metode pembayaran non-tunai alias cashless. Cukup pindai alias scan QR code lewat aplikasi m-banking atau e-wallet kita untuk melakukan transaksi pembayaran saat sedang belanja, makan di restoran, bahkan jajan di pinggir jalan.

Dengan QR code, kita juga bisa mengakses informasi dengan mudah dan "sat-set". Misalnya, kita tinggal scan QR code untuk melihat menu restoran, mengisi formulir kegiatan, membuka situs/web, mengikuti orang di Instagram, sebagai tiket elektronik transportasi umum, acara olahraga/konser, bahkan memverifikasi sepatu yang kita beli itu asli alias ori atau tidak.

Meskipun penggunaannya masif beberapa tahun belakangan, teknologi yang menggunakan gambar kotak-kotak dengan ukuran besar-kecil bewarna hitam-pitih ini ternyata sudah ada sejak 30 tahun yang lalu.

Baca juga: 8 Cara Mengatasi Kode QR Tidak Valid di WhatsApp atau “No Valid QR Code Detected”

1994 - QR code lahir di Jepang

barcode scannerASP Microcomputers barcode scanner
Sebelum QR code, dunia sudah mengenal barcode, kode batang yang terdiri dari garis-garis horizontal dan spasi dengan panjang dan jarak yang berbeda-beda.

Garis-garis ini mengodekan informasi yang dapat dibaca oleh mesin, seperti scanner barcode. Barcode digunakan untuk mengidentifikasi dan melacak produk, barang, atau informasi lainnya secara otomatis dengan cepat dan akurat.

Namun, kelemahannya, barcode hanya bisa menyimpan 20 digit data. Ini membuat perusahaan harus menempelkan beberapa barcode dalam satu produk untuk memuat informasi lebih banyak. Hal ini dinilai tidak efektif, sehingga muncullah alternatif kode baru yang bisa menampung lebih dari 20 digit data.

Hal ini dirasakan oleh perusahaan suku cadang mobil, Denso Corp, yang merupakan anak perusahaan dari perusahaan mobil Toyota Motor Corporation.

Mereka pun melakukan penelitian dan pengembangan untuk menyederhanakan alat komunikasi yang digunakan dalam sistem manajemen produksi Toyota.

Pada saat itu, Denso menggunakan kode batang untuk melacak suku cadang mobil yang dikirimkannya. Namun barcode hanya dapat mengonversi informasi sebanyak 20 karakter alfamerik (huruf dan angka).

Semakin banyak informasi yang perlu direpresentasikan, seperti riwayat produksi dan transportasi, semakin banyak pula barcode yang diperlukan. Hal ini membuat satu produk memerlukan sekitar 10 barcode. Hal ini pun dinilai tidak efisien.

Baca juga: VIDEO: Cara Membuat QR Code di Aplikasi Canva

Pada 1992, salah satu engineer di Denso Wave, anak perusahaan dari Denso Corp., Masahiro Hara pun mulai mencari alternatif kode batang.

Hara mulai bekerja mengembangkan kode baru yang dapat berisi banyak informasi dan dapat dipindai secara efisien.

Barcode bersifat satu dimensi (1D) dan harus memindainya secara horizontal. Hara pun mencoba membuat kode dua dimensi (vertikal dan horizontal) yang dapat di-scan dari segala arah.

Desain terinspirasi dari permainan Go Board

Masahiro Hara, pencipta QR code. Hara merupakan engineer di Denso Wave, anak perusahaan dari perusahaan suku cadang mobil Denso Corp.Denso Wave Masahiro Hara, pencipta QR code. Hara merupakan engineer di Denso Wave, anak perusahaan dari perusahaan suku cadang mobil Denso Corp.
Belakangan, Masahiro Hara mendapatkan ide untuk kode baru yang dapat dibaca mesin saat memainkan permainan papan Go (Go Board). Permainan yang juga dikenal sebagai "weiqi" di China dan "baduk" di Korea, adalah permainan papan strategi untuk dua orang yang berasal dari Tiongkok.

Permainan papan Go Board alias Baduk atau Waiqi yang menjadi inspirasi dibuatnya QR Code.Mario Venzlaff/Pixabay Permainan papan Go Board alias Baduk atau Waiqi yang menjadi inspirasi dibuatnya QR Code.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com