Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Indonesia Perlu Perpres "Publisher Rights"?

Kompas.com - 22/02/2024, 09:00 WIB
Oik Yusuf,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

Media terlalu bergantung pada Google dkk

Gemi menuturkan, latar belakang di balik pembentukan media sustainability task force yang kemudian berujung pada Perpres Nomor 32 Tahun 2024 adalah kondisi media di Indonesia yang terhimpit oleh disrupsi digital.

Baca juga: Google, Meta dkk Wajib Kerja Sama dengan Media di Indonesia

Salah satu penyebabnya adalah posisi dominan para penyedia platform digital yang menyebabkan perusahaan-perusahaan media jadi terlalu bergantung untuk distribusi konten dan monetisasi atau model bisnis.

Akibatnya, menurut Gemi, konten berita berkualitas sulit ditemukan karena sering kali bertentangan dengan cara kerja algoritma yang digunakan untuk menampilkan konten di platform digital.

Padahal, seperti yang disebutkan di buletin Etika Dewan Pers edisi Juli 2023, platform digital semestinya mendukung jurnalisme berkualitas dengan tidak memuat konten berita yang tidak sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan melanggar Kode Etik Jurnalistik.

Hal itulah, lanjut Gemi, yang menjadi tujuan utama dari inisiatif Publisher's Rights, yaitu memastikan keberlanjutan jurnalisme berkualitas.

"Bagaimana caranya platform global dan media bisa bekerja sama agar jurnalisme berkualitas tetap eksis dan dapat diakses oleh publik seluas mungkin," katanya.

Perpres Nomor 32 Tahun 2024 memuat sejumlah ketentuan terkait persoalan ini. Pasal 5 regulasi tersebut menyatakan bahwa platform digital wajib mendukung jurnalisme berkualitas dengan tidak memfasilitasi penyebaran atau komersialisasi konten yang tidak sesuai dengan UU Pers.

Platform digital juga diharuskan mendesain algoritma distribusi berita yang mendukung perwujudan jurnalisme berkualitas sesuai dengan nilai demokrasi, kebhinekaan, dan peraturan perundang-undangan.

Ketika dimintai tanggapan oleh KompasTekno, perwakilan Google Indonesia mengatakan pihaknya masih mempelajari detail peraturan Perpres Nomor 32 Tahun 2024.

"Sangatlah penting untuk produk kami dapat menyajikan berita dan perspektif yang beragam tanpa prasangka dan bias," ujar perwakilan Google Indonesia dalam jawaban tertulis. Adapun TikTok dan Meta belum memberikan respons.

Sebelumnya, pada Februari 2023, ketika Perpres Publisher's Rights masih dalam penggodokan, Google Indonesia sempat mengatakan dapat terhambat dalam menjalankan layanannya secara efektif apabila ada regulasi yang "terlalu mengekang atau berat sebelah".

Sementara, berdasarkan pemberitaan Kompas.id, Meta selaku perusahaan induk Facebook, Instagram, dan WhatsApp pada pertengahan tahun lalu sempat menyatakan keberatan atas kewajiban-kewajiban yang dituangkan dalam draft Perpres Publisher's Rights.

Baca juga: Ini Isi Perpres Publisher Rights, Tidak Berlaku bagi Kreator Konten

Bukan memusuhi

Perpres Nomor 32 Tahun 2024 turut menyebutkan sejumlah bentuk kerja sama antara platform digital dengan perusahaan media di Indonesia, yakni lisensi berbayar, bagi hasil, berbagi data agregat pengguna berita, dan/ atau bentuk lain yang disepakati.

Gemi mengatakan bahwa bagi hasil alias revenue sharing sebenarnya sudah dijalankan oleh perusahaan-perusahaan media dan para pemilik platform global. Hanya saja, Perpres Publisher's Rights menempatkan kerja sama tersebut dalam ranah hukum yang jelas.

Begitupun dengan berbagi data. Dia mencontohkan media-media online yang menggunakan tool analytics sebenarnya sudah melakukan hal ini, meskipun nanti dalam pelaksanaannya mungkin perlu dibicarakan lagi karena bisa terkait dengan regulasi lain seperti UU Perlindungan Data Pribadi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com